Emansipasi Wanita dalam Konteks TMMD

Oleh: Harsono

Masalah perempuan dan anak masih tergolong kelompok rentan yang sering mengalami berbagai masalah, seperti kemiskinan, konflik, kekerasan, dan sebagainya. Hal itu tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga negara-negara lain di seluruh dunia.

Di era emansipasi seperti sekarang, perempuan acapkali dianggap sebagai kelompok kelas subordinat atau kedua, sehingga mereka tidak memperoleh persamaan hak dengan laki-laki.

Perempuan dinilai hanya mampu dalam melaksanakan pekerjaan yang berkaitan dengan urusan rumah tangga.

Padahal perempuan bisa menjadi aktor strategis di dalam pembangunan. Tidak hanya pembangunan di desa-desa, tetapi juga pembangunan secara nasional yang dapat mengubah kehidupan masyarakat Indonesia menjadi lebih baik dan sejahtera.

Seiring berjalannya waktu, perempuan mulai bangkit dan berhasil membuktikan bahwasanya keberadaan mereka layak untuk diperhitungkan. Kecerdasan serta kepiawaian perempuan-perempuan Indonesia, khususnya, tidak bisa lagi dianggap remeh karena telah turut berkontribusi terhadap pembangunan. Misalnya keterlibatan perempuan di dalam TNI Manunggal Membangun Desa atau TMMD.

Merujuk pada Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian dan perubahannya (UU Ketransmigrasian), pada dasarnya tidak ada pengaturan secara eksplisit dan khusus mengenai keterlibatan TNI dalam program Tentara Manunggal Membangun Desa (TMMD) dan program transmigrasi TNI.

Namun, program TMMD itu secara umum dalam UU TNI diartikan sebagai membantu tugas pemerintahan di daerah, yakni bagian dari komitmen TNI Angkatan Darat untuk ikut membangun bangsa dan negara bersama komponen bangsa lainnya (dalam hal ini TNI bekerja sama dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi bersama seluruh jajarannya) secara sinergi dan berkesinambungan.

Program ini berupa akselerasi kegiatan pembangunan di daerah pedesaan, khususnya daerah yang tergolong tertinggal, terisolasi, perbatasan, dan daerah kumuh perkotaan serta daerah lain yang terkena dampak akibat bencana.

Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (“UU TNI”) telah mengatur tentang peran Tentara Nasional Indonesia (“TNI”) sebagai alat negara di bidang pertahanan yang dalam menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara.

Tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara,mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.

Tugas pokok TNI dilakukan dengan:

a. Operasi militer untuk perang.
b. Operasi militer selain perang, yaitu untuk:
1. mengatasi gerakan separatisme bersenjata;
2. mengatasi pemberontakan bersenjata;
3. mengatasi aksi terorisme;
4. mengamankan wilayah perbatasan;
5. mengamankan objek vital nasional yang bersifat strategis;
6. melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri;
7. mengamankan Presiden dan wakil presiden beserta keluarganya;
8. memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini sesuai dengan sistem pertahanan semesta;
9. membantu tugas pemerintahan di daerah;
10. membantu kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam undang-undang;
11. membantu mengamankan tamu negara setingkat kepala dan perwakilan pemerintah asing yang sedang berada di Indonesia;
12. membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan;
13. membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan (search and rescue); serta
14. membantu pemerintah dalam pengamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan, perompakan, dan penyelundupan.

Yang dimaksud dengan membantu tugas pemerintah di daerah adalah membantu pelaksanaan fungsi pemerintah dalam kondisi dan situasi yang memerlukan sarana, alat dan kemampuan TNI untuk menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi, antara lain membantu mengatasi akibat bencana alam, merehabilitasi infra struktur, serta mengatasi masalah akibat pemogokan dan konflik komunal.

Jadi, TNI mempunyai tugas membantu pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi dalam masyarakat, antara lain membantu mengatasi akibat bencana alam, merehabilitasi infra struktur, serta mengatasi masalah akibat pemogokan dan konflik komunal.

TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD) adalah salah satu wujud Operasi Bhakti TNI, yang merupakan program terpadu lintas sektoral antara TNI dengan Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen dan Pemerintah Daerah serta komponen bangsa lainnya, yang dilaksanakan secara terintegrasi bersama masyarakat, guna meningkatkan akselerasi kegiatan pembangunan di daerah pedesaan, khususnya daerah yang tergolong tertinggal, terisolasi, perbatasan, dan daerah kumuh perkotaan serta daerah lain yang terkena dampak akibat bencana.

Program TMMD juga merupakan program lintas sektoral yang melibatkan TNI, Polri, Kementerian lembaga non pemerintah dan pemerintah daerah serta segenap lapisan masyarakat di wilayah masing-masing.

Salah satu pelaksanaan Program TMMD adalah membangun jalan desa atau fasilitas umum yang sering kali juga melibatkan perempuan baik yang dengan sukarela terlibat dalam pembangunan fisik.

Contohnya seperti peran perempuan di dalam TMMD di wilayah Purbalingga dan Banyumas, sebagai upaya meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat, mulai dari menganduk bahan bangunan dan membawanya ke titik lokasi perbaikan jalan.

Di Purbalingga ada dua orang nenek yang ikut berperan aktif secara fisik terlibat membangun jalan desa, sementara di Banyumas ada seorang Bintara Pembina Desa (Babinsa) perempuan yang dilibatkan dalam berbagai pembangunan fisik fasilitas umum seperti ngecor jalan, memperbaiki masjid dan sekolah yang rusak serta fasilitas umum lainnya.

Di Purbalingga, Jawa Tengah, ada dua orang nenek yang sangat antusias membantu pelaksanaan TMMD di wilayah Korem 071 Wijayakusuma Banyumas. Dua nenek warga Desa Karangjambu, Kecamatan Karangjambu, Purbalingga patut menjadi contoh bagi kaum hawa lainnya.

Sartinem merupakan nenek berusia 63 tahun dan Wartiah nenek berusia 62 tahun, sepanjang berlangsungnya TMMD di desanya keduanya berbaur untuk membantu para anggota tni bersama warga lainnya yang sedang melaksanakan pembangunan desa.

Artinya, soal gender pada pelaksanaan TMMD di Desa Karangjambu. Purbalingga tersebut tidak dipermasalahkan dan muncul adanya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan.

Hal ini juga membuktikan emansipasi wanita di Indonesia baik di pemerintahan baik di level atas, menengah, bawah hingga pada tingkatan paling terbawah dan pekerjaan “terkasar” sekali pun ikut berkontribusi.

Mengutip European Institute for Gender Equality (EIGE), emansipasi wanita adalah proses, strategi dan berbagai upaya yang digunakan perempuan untuk membebaskan diri dari otoritas dan kontrol laki-laki dan struktur kekuasaan tradisional.

Serta mengamankan kesetaraan hak bagi perempuan, menghapus diskriminasi gender dari undang-undang, lembaga dan pola perilaku dan menetapkan standar hukum yang akan mempromosikan kesetaraan penuh wanita dengan laki-laki.

Emansipasi perempuan terkait erat dengan upaya atau skema sosial yang bertujuan membebaskan perempuan dari semua jenis perbudakan dan eksploitasi sosial, politik dan ekonomi.

Istilah emansipasi perempuan pada umumnya digunakan untuk merujuk pada proses di mana perempuan pada umumnya dan perempuan miskin pada khususnya bisa mendapatkan akses dan kendali atas semua bentuk sumber daya di suatu negara.

Emansipasi wanita adalah gerakan yang bertujuan untuk memastikan kebebasan pemenuhan diri dan pengembangan diri bagi perempuan, serta akses yang setara ke sumber daya domestik dan masyarakat.

Ini yang telah dilakukan oleh Sersan Mayor (Serma) Komando Wanita Angkatan Darat (Kowad) Iska, Babinsa Desa Pasiraman Kidul, Koramil 15 Pekuncen, Kodim 0701 Banyumas, Jawa Tengah, juga melibatkan diri membantu Satgas TMMD Reguler 108 Kodim 0701 Banyumas. Serma Iska bersama sejumlah remaja desa di lokasi TMMD melakukan pengecoran jalan 1,8 kilometer, di Bukit Munggang.

Walaupun dengan keterbatasannya sebagai wanita, namun sebagai prajurit sekaligus Babinsa, multi peran juga dilakukannya untuk membantu warga dan perangkat desa setempat.

Keterlibatan Babinsa Kowad Serma Iska, juga sebagai wujud semangat Satgas TMMD dan masyarakat yang sedang mengejar target jalan selebar 3,75 meter dan ketebalan 20 centimeter. Sedangkan untuk tugas utamanya yaitu pendampingan penyuluhan atau sosialisasi di non fisik TMMD.

Bahkan, dalam perkembangannya perempuan lebih banyak muncul di ruang publik. Berprofesi sebagai pegawai kantoran, presenter, reporter, model iklan, artis, musisi, politisi bahkan kuli bangunan. Ruang publik yang awalnya merupakan hal tabu bagi perempuan kini dianggap sebagai wadah untuk mengekspresikan dan mengaktualisasikan diri. Perempuan dapat dengan leluasa melakukan hal-hal yang biasanya dilakukan oleh kaum laki-laki.

Persamaan hak dan kesetaraan gender menjadi makna utama dari emansipasi wanita. Jika melihat wacana emansipasi wanita di Indonesia, kita tidak dapat melepaskan sosok Raden Ajeng Kartini.

Sejak abad 19, Kartini dikenang sebagai pejuang emansipasi wanita di Indonesia. Melalui surat yang ditujukan pada teman-temannya di Belanda, Kartini mengungkapkan pemikirannya mengenai perjuangan perempuan dan emansipasi wanita. Surat-surat Kartini yang dikumpulkan dalam sebuah buku dipublikasikan oleh Mr. J. H.Abendanon dengan judul Door Duisternis tot Licht pada tahun 1911.

Raden Ajeng Kartini merupakan putri dari keluarga priyayi sekelas bangsawan Jawa. Kartini lahir pada tanggal 21 April tahun 1879 di kota Jepara, Jawa Tengah. Berada dalam lingkungan yang kental dengan adat istiadat feodalisme, menjadikan Kartini sebagai sosok perempuan yang kritis dan kuat.

Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perempuan tidak hanya menjadi penonton ketika di daerahnya sedang dilaksanakan TMMD, tetapi terlibat langsung dalam pembangunan fisik meskipun itu pekerjaan berat yang sebenarnya hanya dilakukan oleh orang laki-laki.
Bahkan pekerjaan tersebut tidak mendapatkan upah, tetapi dilakukan secara sukarela.

Dengan keterlibatannya itu, emansipasi wanita menunjukan makin berkembang dan tidak hanya terlibat pada pekerjaan yang ringan, tetapi “terkasar” sekali pun bersedia melakukannya.

Itu terbukti pada pelaksanaan Program TMMD di Purbalingga dan Banyumas yang tidak membedakan masalah gender tetapi adanya kesetaraan gender.

Penulis adalah mahasiswa S2 Magister Ilmu Komunikasi Unsoed Purwokerto

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini