KLATEN(TERASMEDIA.ID)– Berbicara tentang stunting, tidak hanya terpaku karena anak kekurangan gizi dan nutrisi dalam tumbuh kembangnya. Namun stunting disebabkan oleh banyak faktor. Salah satunya faktor pola asuh anak.
Demikian dijelaskan oleh Kepala Dinas P2KBP3A Kabupaten Klaten, Puspo Enggar Hastuti dalam kegiatan Sosialisasi Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) Percepatan Penurunan Stunting Bersama Mitra Kerja di Desa Barepan, Kecamatan Cawas, Klaten, Jawa Tengah, Kamis (15/8/2024).
Hadir narasumber lainnya, Rahmad Handoyo, anggota DPR-RI Komisi IX dan Eka Sulistia Ediningsih Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) Jawa Tengah.
Puspo melanjutkan, untuk orangtua yang bekerja, biasanya anak dititipkan kepada pengasuh atau neneknya. Karena kurangnya komunikasi antara orangtua dengan ART pengasuh atau nenek, banyak yang asal-asalan dalam memberi makan pada anak.
Misalnya, anak dibebaskan makan junk food yang kurang sehat, banyak minum manis dan pola asuh keliru lainnya. Puspo juga menganjurkan, agar bayi diberi ASI eksklusif selama 6 bulan dan disambung dengan makanan pendamping ASI sampai 2 tahun.
“Dalam seribu hari pertama kehidupan (HPK) yaitu saat bayi dalam kandungan sampai lahir usia 2 tahun, itu adalah usia emas yang tidak boleh kita lewatkan. Agar anak tumbuh menjadi anak yang cerdas dan berkualitas,” jelas Puspo.
Rahmad Handoyo menambahkan, untuk para orangtua yang sudah cukup umur yaitu 40 tahun ke atas, harus mengurangi konsumsi gula dan karbohidrat, agar terhindar dari penyakit gula.
“Indonesia itu termasuk yang rakyatnya banyak menderita penyakit gula, kita harus hati-hati,” Rahmad Handoyo mengingatkan.
Bila orangtua sehat, anak keturunannya juga ikutan sehat, sehingga bila merawat anak lebih fokus.
“Bila orangtuanya sakit-sakitan, kasihan anaknya yang harus merawat. Sementara anaknya sendiri, juga mempunyai bayi yang harus diperhatikan tumbuh kembangnya,” kata Rahmad, politisi dari PDIP tersebut.
Rahmad Handoyo juga mengingatkan akan bahanya resiko stunting. Yaitu, anak sering sakit-sakitan dan perkembangan motoriknya terhambat.
“Jadi, menerapkan pola hidup sehat itu sangat penting, agar resiko stunting di tengah masyarakat semakin berkurang dan tidak ada stunting baru,” harap Rahmad.
Untuk menghindari stunting baru, Eka Sulistia Ediningsih, narasumber dari BKKBN Jawa Tengah menambahkan, para peserta sosialisasi harus memperhatikan empat hal. Yaitu memperhatikan kesehatan remaja putri, calon pengantin, ibu hamil, dan ibu nifas.
Eka mengatakan, untuk remaja putri harus memperhatikan lingkar lengan atas (Lila) harus 23,5 centimeter dan hemoglobinnya harus 11,5. Untuk remaja putri yang kelak memasuki usia perkawinan, harus banyak mengkonsumsi protein hewani dan tablet tambah darah bila beresiko kekurangan zat darah merah.
“Untuk mengkonsumsi tablet tambah darah, bisa efektif bila protein hewaninya tercukupi. Jadi menerapkan pola hidup sehat itu erat kaitannya dalam mencegah stunting,” ujar Eka.
Untuk calon pengantin (catin) harus memeriksakan kesehatannya 3 bulan sebelum hari H pernikahan. Kenapa harus 3 bulan sebelumnya? Eka memberi penjelasan, karena bila ditemukan ada penyakit, bisa disembuhkan dalam waktu 3 bulan. Sehingga begitu menikah, dua pengantin dalam kondisi sehat. Bila pengantin perempuan dibuahi, bayi yang dikandung diharapkan sehat.
Untuk ibu hamil, harus mengkonsumsi banyak sayur, buah, protein hewani, dan lain-lain.
“Setelah melahirkan dan masa nifas telah selesai, sebaiknya segera ikut program Keluarga Berencana (KB),” anjur Eka.
Karena dengan ikut KB, pasangan orangtua bisa mengatur jarak kelahiran anak. Ibu bisa lebih fokus merawat bayinya tanpa takut hamil lagi sebelum anak usia 3 tahun.
Dalam kesempatan tersebut, panitia membagikan doorprize menarik untuk para peserta. Ada sepeda gunung, setrika listrik, jam dinding, dan lain-lain. (Hasna)