SUKOHARJO(TERASMEDIA.ID) – Meskipun Caleg korban sistem Komandante sudah ditetapkan oleh KPU Sukoharjo, namun pihak Kuasa Hukum tetap mendesak KPU Sukoharjo agar melantik Aristya Tiwi Pramudiyatna dan Ngadiyanto.
Hal ini disampaikan Kuasa Hukum Aristya Tiwi Pramudiyatna dan Ngadiyanto yaitu Sri Sumanta, pasca penetapan calon terpilih anggota DPRD Kabupaten Sukoharjo dalam Pemilu 2024, yang sudah ditetapkan pada 2 Mei 2024.
Pihaknya sangat mengapresiasi KPU Sukoharjo yang telah mempedomani dan telah melaksanakan ketentuan sebagaimana diatur, salah satunya UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, khususnya pasal 426 ayat (1).
Menurut Sri Sumanta, mengapa dua Caleg tersebut harus tetap dilantik, karena sudah memenuhi syarat sebagai anggota DPRD Sukoharjo.
Dua Caleg tersebut memperoleh suara terbanyak di masing-masing Dapilnya dan sama sekali tidak pernah mengundurkan diri.
“Klien kami memperoleh suara terbanyak di masing-masing Dapilnya dan tidak pernah mengundurkan diri. Maka tidak ada alasan apapun bagi KPU Sukoharjo untuk tidak melantiknya,” kata Sri Sumanta.
Seperti pernah diberitakan Caleg terpilih Aristya Tiwi Pramudiyatna dan Ngadiyanto, akan digeser oleh Caleg lainnya yang perolehan suaranya lebih sedikit. Alasannya, DPD PDIP Jateng mempunyai kebijakan tersendiri yaitu sistem Komandante.
Bahkan, dua Caleg tersebut dipaksa mundur, dengan cara pengurus DPC PDIP Sukoharjo, mengirim surat pengunduran diri ke KPU Sukoharjo.
Diakui Sumanta, kliennya memang pernah tanda tangan di atas blangko, yang menyatakan kesediaan mengundurkan diri. Itu sebagai syarat pencalegan oleh partai.
“Surat kesediaan mengundurkan diri itu tidak mempunyai kekuatan hukum apapun, karena tidak ada tanggal pembuatan dan digunakan untuk apa,” jelas Sumanta.
Selain itu, setelah para korban sistem Komandante se-Solo Raya dan disusul se-Jawa Tengah melakukan aksi demonstrasi beberapa menolak sistem Komandante, akhirnya DPP PDIP, mengeluarkan Peraturan Partai nomor 03 Tahun 2024 yang ditandatangani Ketua Umum Megawati dan Sekjen Hasto Kristiyanto. PP tersebut mengatur sistem Komandante di Jateng tidak berlaku.
Dalam surat somasi dan klarifikasinya, Sri Sumanta mengatakan apabila KPU dan atau pihak lain melakukan tindakan inskonstitusional, termasuk di dalamnya memaksakan surat pernyataan kesediaan mengundurkan diri seolah-olah dimaknai surat pernyataan mengundurkan diri (yang jelas cacat hukum), patut diduga KPU dan pihak lain telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan menyalahgunakan kewenangan.
Surat somasi tersebut sudah dilayangkan Sri Sumanta ke KPU Sukoharjo pada Jumat 3 Mei 2024, dengan tembusan ke KPU RI, KPU Jateng, Bawaslu RI dan Bawaslu Jateng. (Hasna)