SUKOHARJO(TERASMEDIA.ID)– Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Kementerian Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan Anak (KPPPA) mendatangi sebuah Ponpes di Kecamatan Grogol, Sukoharjo, Jawa Tengah, Sabtu sore (21/9/2024).

Komisioner KPAI Dyah Puspitarini, menjelaskan, tujuan pihaknya mendatangi Ponpes ini, ingin mengawal kasus terkait meninggalnya salah seorang santri berinisial AKPW (13) warga Solo sampai selesai.

Selain itu, KPAI juga mendesak kepada pengelola Ponpes, untuk melakukan perbaikan pengawasan terhadap santri, agar kejadian serupa tidak terulang kembali di Ponpes manapun.

Pihaknya juga ingin memastikan, hak-hak anak yang berkonflik dengan hukum, terpenuhi sebagaimana mestinya.

Saat dikonfirmasi, apakah kekerasan tersebut dipicu oleh meminta rokok atau uang, Dyah mengatakan menurut keterangan keluarga korban, dipicu permintaan uang.

Sementara menurut keterangan Kapolres Sukoharjo, AKBP Sigit dalam pressrilisnya beberapa hari lalu, menyebutkan dipicu permintaan rokok. Polisi juga menyita barang bukti 3 batang rokok.

“Dari keterangan keluarga korban, disebabkan karena ABH meminta uang. Meski begitu, kami akan mengecek dan meminta keterangan ke Polres Sukoharjo. Habis dari sini (Ponpes), kami akan ke Polres Sukoharjo,” ujar Dyah.

Sementara Plt Asisten Deputi Pelayanan Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus Kementerian Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan Anak (KPPPA) Atwirlany Ritonga menjelaskan, upaya pencegahan kekerasan terhadap anak tak hanya di lingkungan Ponpes saja, namun juga di lembaga pendidikan manapun.

Kementerian PPPA juga sudah menyiapkan diri untuk memberikan edukasi dan psikososial terhadap santri, wali santri, maupun pengajar, pasca peristiwa ini.

Pasca kejadian, semua santri dipulangkan untuk belajar secara online.

“Tentu ada rasa ketidakpercayaan wali santri untuk menitipkan anaknya di Ponpes ini. Tentu psikososial harus segera dilaksanakan,” kata Atwirlany.

Setelah berkoordinasi dengan pihak Ponpes, rombongan KPAI mengecek lokasi kejadian, yaitu di lorong kamar 3.2. Namun wartawan tidak diizinkan ikut masuk.

Saat akan dikonfirmasi, pihak Ponpes maupun Yayasan, tidak bersedia memberi keterangan.

Namun Ketua Komite Ponpes, Sofwan Faisal yang ikut dalam pertemuan tersebut, menjelaskan bahwa pihak Ponpes melakukan sejumlah perbaikan pengawasan.

“Pihak Ponpes akan menambah pengawas beberapa orang dan memasang CCTV tambahan,” ujar Sofwan.

Sofwan menjelaskan, saat ini jumlah santri dan guru sebanyak 450 orang.

Untuk asrama putra, per kamar ada 20 santri dengan menempati bed susun.

“Mohon doanya, semoga kasus ini segera selesai dan santri bisa masuk sekolah lagi,” pungkas Sofwan.

Seperti pernah diberitakan, seorang santri sebuah Ponpes di Kecamatan Grogol, Sukoharjo, meninggal dunia setelah mendapat aksi kekerasan dari seniornya dengan cara ditendang dan dipukul pada 16 September 2024 lalu.

Korban berinisial AKPW (13) warga Solo dan anak berkonflik dengan hukum (ABH) atau pelaku, berinisial MG (15) warga Wonogiri.

Kekerasan berujung maut tersebut, diduga dipicu MG meminta rokok pada korban, namun tidak diberi. Akhirnya terjadilah kekerasan tersebut. (Hasna)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini