Jalan menuju ke Jembatan Tambakboyo ditutup sementara.(FOTO:TM/HN)

SUKOHARJO(TERASMEDIA.ID)-Terkait jembatan di Desa Tambakboyo, Kecamatan Tawangsari, Sukoharjo yang roboh pada Jumat 31 Desember 2021 yang lalu, LSM Lembaga Penyelamat Aset dan Anggaran Belanja Negara (LAPAAN) RI buka suara.

Pihaknya mengamati, selama tahun 2021, sudah ada tiga proyek yang bermasalah. Artinya ini sudah dinilai sebagai bencana konstruksi.

“Ini sudah menjadi bencana konstruksi. Bayangkan, dalam satu tahun sudah ada tiga proyek yang bermasalah. Yaitu pembangunan gedung serbaguna Budi Sasono, pembangunan Koramil (Grogol), dan yang terbaru jembatan di Desa Tambakboyo senilai Rp 10,8 Milyar,” kata Ketua LSM LAPAAN RI, BRM Kusumo Putro, Senin(3/12/ 2021).

Kusumo Putro menyoroti, ambruknya jembatan yang seharusnya dalam waktu dekat sudah diresmikan Pemkab Sukoharjo ini, namun saat pengerjaan finishing, jembatan penghubung 6 dusun ini justru roboh.

“Yang saya herankan, PAGUnya Rp14,8 Milyar, namun berhasil dimenangkan oleh CV Tunjung Jaya Karanganyar sebesar Rp10,8 Milyar. Terpautnya Rp4 Milyar atau 30an persen. Pemkab nampaknya lebih memilih yang Rp10,8 Milyar,” ujar Kusumo Putro.

Konstruksi jembatan gantung sepanjang 200 meter dengan lebar 1,8 meter ini, dinilai Kusumo juga kurang pas diterapkan oleh kontraktor.

“Ini kan dataran rendah, kenapa tidak dibangun jembatan konvensional saja. Anggaran Rp10,8 Milyar bila digunakan untuk membangun jembatan konvensional, lebih dari cukup,” ucap Kusumo Putro.

Kusumo menilai, jembatan gantung hanya cocok digunakan untuk daerah tebing antar tebing seperti di lereng Merapi. Namun untuk di sungai Bengawan Solo, kurang pas.

Karena jembatan ini ambrol sebelum diserahterimakan ke Pemkab Sukoharjo, maka menjadi tanggungjawab pihak kontraktor untuk memperbaikinya sampai layak.

“Selain itu, pihak kontraktor harus membayar denda sesuai keterlambatan proyek,” pinta Kusumo.

Kusumo menilai, mengapa banyak proyek konstruksi di Sukoharjo yang bermasalah, dikarenakan perencanaan dan pengawasannya buruk.

“Seharusnya Pemkab tidak serta merta menerima nilai penawaran terendah dari kontraktor. Namun lebih mengutamakan kelayakan material yang berkualitas. Ke depan, hal ini harus dievaluasi lagi. Pihak komisi III harus angkat bicara ini,” desak Kusumo.

Kabid Bina Marga DPUPR Sukoharjo, Suyadi, menyampaikan dalam rilisnya melalui media Humas Pemkab Sukoharjo, bahwa kontraktor bakal terkena sanksi denda yang dihitung mulai sehari setelah kontrak kerja habis. Nilai denda 1/1000/hari dari nilai kontrak.

“Sesuai regulasi, selama nanti mengerjakan perbaikan jembatan hingga selesai, maka rekanan (kontraktor) akan terkena denda. Jadi tinggal berapa lama mereka menyelesaikan perbaikan jembatan, maka itu yang dihitung dendanya,” tandasnya.

Perlu diketahui, kontrak pengerjaan CV Tunjung Jaya Karanganyar, berakhir pada Rabu (28/12/2021) lalu namun jembatan belum selesai. Kontraktor harus membayar denda selama jembatan bisa diselesaikan kembali.

Begitu jembatan ini ambrol dan viral di media sosial, tempat tersebut menjadi tontonan puluhan warga, baik dari sisi Desa Tambakboyo maupun sisi Dukuh Blerong. Untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, sejumlah Linmas dikerahkan oleh pihak kecamatan untuk menjaga jembatan ambrol tersebut. Mengingat masih banyak material yang bertebaran di sekitar tkp.

Jembatan ini bertujuan untuk mempersingkat waktu tempuh antar dukuh di Desa Tambakboyo. Selama ini, warga harus memutar sejauh tiga kilometer, bila harus ke dukuh yang berada di seberang sungai Bengawan Solo tersebut. (HN)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini