Suasana seminar wawasan kebangsaan.(FOTO:TM/ MTR)

SOLO(TERASMEDIA.ID)- Indonesia dinilai dalam kondisi bahaya terorisme. Sekitar 46,7 persen pelajar dan mahasiswa telah menyatakan kesiapannya untuk menegakkan berdirinya negara Islam atau khilafiah.

Hal itu disampaikan Pengamat Terorisme, Rahmat Da’wah SH MH, pada acara ‘Seminar Nasional Pencegahan Terorisme, Intoleransi, dan anti Pancasila’, yang digelar Gerakan Masyarakat Peduli Tanah Air (Gempita) Jateng, di Hotel Kusumo Sahid Solo, Senin (25/09/2023).

Data yang dipaparkan oleh Rahmat ini, berdasarkan hasil survei Mata Air Foundation dan Alvara Risearch Center yang dirilis pada tahun 2017 lalu.

Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) tahun 2017 menyebutkan, sebanyak 23,3 persen pelajar dan 23,4 persen mahasiswa yang dijadikan sebagai responden, mendukung berdirinya khilafah.

Hasil survei Alvara Research Center di tahun 2017 juga mengungkapkan, sebanyak 18,4% kaum milenial setuju berdirinya khilafah.

“Tahun ini mungkin sudah bertambah lagi, sehingga lebih dari 50 persen generasi muda kita mendukung negara khilafah. Ini kalau tidak segera dilakukan langkah-langkah pencegahan, Indonesia bisa hancur,” kata Rahmat.

Penyebab kaum milenial/ generasi muda terpapar paham terorisme, radikalisme ataupun paham intoleransi, lanjut Rahmat, antara lain karena mereka salah dalam mempelajari agama. Khususnya saat memahami ayat tentang jihat atau perang.

“Padahal Nabi Muhammad seusai perang badar menyatakan, jihat terbesar bukan menghancurkan orang lain, tapi jihad melawan hawa nafsu kita sendiri,” ujar Rahmat.

Rahmat menyatakan, menangani masalah terorisme, tidak bisa hanya dilakukan pemerintah dan Badan Nasional Penangulangan Terorisme (BNPT), tapi perlu melibatkan masyarakat.

“Semua pihak harus terlibat, karena terorisme merupakan kejahatan luar biasa sehingga penangananya harus komprehensip,” ucap Rahmat.

Selain keliru dalam pemahaman keagamaan, Rahmat menambahkan, paham terorisme di Indonesia juga bisa karena faktor kemiskinan, salah pergaulan, pengangguran, ketimpangan sosial, masalah kenegaraan/ politik dan ketidaktahuan masyarakat.

Sementara itu, penggagas Kampung Pancasila, Achmad Robani Albar SH MH, menyatakan, untuk mencegah berkembangnya paham intoleransi, radikalisme dan terorisme harus selalu mengkampanyekan mencintai Indonesia berdasarkan Pancasila, UUD 1945, dan NKRI harga mati.

“Dasar negara Indonesia adalah Pancasila sudah final, tidak bisa ditawar-tawarkan lagi. Maka, kalau ada yang ingin mengubah menjadi negara khilafah, maka harus dijadikan musuh kita bersama,” ujar Achmad Robani.

Sebelum seminar digelar, Gempita Jateng dan peserta yang hadir membacakan deklarasi, yang isinya Gempita senantiasa taat, setia dan berkomitmen untuk menjaga keutuhan NKRI, Pancasila, UUD 1945, serta kehidupan Bhineka Tunggal Ika.

Gempita juga ikut mendukung terwujudnya Pemilu 2024 yang kondusif, aman, tertib, damai, berintegritas, tanpa hoaks dan tanpa politisasi SARA.(MTR)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini