BANYUMAS(TERASMEDIA.ID)—Seiring dengan berjalannya waktu, batik Sokaraja sebagai warisan budaya kini mulai meredup. Hal ini tidak lepas dari regenerasi perajin batik dan tenaga terampil di bidang batik yang tidak berjalan alias macet.

“Saya merasa prihatin bahwa regenerasi membatik di kalangan generasi muda, nyaris hilang. Ongkos membatik yang tidak sebanding menjadi penyebab utama, generasi muda kurang berminat melestarikan batik,”kata pemilik Batik R Sokaraja, Heru Santosa, ketika ditemui di rumah produksi Batik R di Sokaraja, Banyumas, belum lama ini.

Sebagai gambaran, jika sedang ada pesanan, seorang pekerja membatik bisa mendapat upah Rp 80 ribu sampai Rp 100 ribu per hari. Namun jika tidak ada orderan alias sepi, maka terpaksa menganggur alias tidak ada penghasilan.

“Perlu dipikirkan bersama, bagaimana mengatasi hal ini, agar generasi muda tetap mau mewarisi seni batik,” sarannya.

Heru Santosa yang pernah menjadi guru membatik selama 14 tahun di SMA Negeri 1 Sokaraja Banyumas, sejak Juli 2022 kini tidak lagi mengajar batik di sekolah itu.

Padahal, SMAN 1 Sokaraja yang selama ini dikenal sebagai sekolah pelestari batik Banyumasan, memiliki peralatan lengkap untuk proses membatik.

“Eman-eman, peralatan yang lengkap itu kini tidak dimaksimalkan, karena tidak adanya SDM yang mumpuni di bidang batik,” ujar Heru Santosa.

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jateng, lanjut Heru, semestinya memperhatikan keberlanjutan pembelajaran membatik di SMAN 1 Sokaraja, dengan memberikan anggaran cukup bagi tenaga ahli dan praktisi batik.

“Kalau tidak ada niat baik dari pemerintah, usaha batik tinggal menunggu waktu, karena renegerasi akan hilang,” ucapnya.

Agar para perajin batik Sokaraja maupun di Banyumas dan sekitarnya bangkit, Heru berharap ada gebrakan dari Pemkab Banyumas.

“Karena Pemkab punya peran yang sangat besar terkait perkembangan dan pelestarian batik Banyumas ,” pungkas Heru Santosa.(WR)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini