SRAGEN(TERASMEDIA. ID)– Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sragen,dari Fraksi PKB, Fathurohman melakukan inspeksi mendadak (sidak) tes seleksi pengisian perangkat desa di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Jumat(01/10/2021).
Sidak ini dilakukan, untuk memastikan pelaksanaan tes berjalan sesuai aturan yang berlaku atau tidak.
Anggota DPRD Sragen dari Fraksi PKB, Fathurohman mengatakan, sidak ini dilakukan untuk menjalankan fungsi pengawas sebagai legislator.
“Pada saat ini, Pemkab Sragen melalui sejumlah pemerintah desa (Pemdes) menggelar mutasi perangkat desa. Kami lihat tahapan ujian, yakni ujian pilihan jawaban, praktik komputer dan pidato. Kami harap dari pihak ketiga sebagai akademisi sangat berperan. Hitung-hitungan nilai, 70 persen dari akademisi dan 30 persen dari prestasi, dedikasi, loyalitas, dan tidak tercela (PDLT) penilaian kepala desa,”terang Fathurohman.
Selain di UMS, tes juga digelar di Universitas Muhammadiyah Kudus (UMKU) dan Universitas Diponegoro (Undip) Semarang. Di UMS, diikuti oleh 14 peserta.
Dengan potensi nilai yang dominan ini, diharapkan tidak ada praktik kecurangan maupun KKN. Fathurohman tidak memungkiri dalam seleksi perangkat desa sebelumnya diduga marak terjadi adanya KKN. Meskipun dalam pembuktiannya sangat sulit.
”Harapan kami kasus sebelumnya tidak kembali terulang,” ucapnya.
Menurutnya, mutasi ini baru awal penjaringan perangkat desa dari masyarakat umum. Dia menekankan pihak ketiga dari manapun harus memberikan penilaian objektif.
”Karena Bupati dan Wakil Bupati Sragen dr. Kusdinar Untung Yuni Sukowati dan Suroto ini, pemerintahan baru, maka kami akan mengawal proses seleksi sejak mutasi hingga penjaringan perangkat kedepan,” terangnya.
Kepala Tatat Usaha(TU) Lembaga Pengabdian Masyarakat dan Pengembangan Persyarikatan (LPMPP) UMS Eko Daryadi menjelaskan, seleksi mutasi untuk mengisi perangkat desa di Desa Sidoharjo, Karangmalang, Kedawung, Sumberlawang, dan Masaran.
”Setiap panitia bisa menjajaki pihak mana yang bisa diajak kerjasama. Setelah ada pemantapan dari pemerintah desa, kemudian menyampaikan surat permohonan, MoU dan membuat schedule kapan pelaksanaannya. Selama ini yang kami tahu tidak ada intervensi harus ke UMS, Undip, UNS dan sebagainya,” papar Eko Daryadi.
Soal biaya, lanjut Eko Daryadi, jika kurang dari lima peserta sekitar Rp 6,5 juta. Sedangkan lebih dari lima peserta, per orang dikenai biaya Rp 1,5 juta.
”Ini berlaku untuk mutasi, kalau penjaringan belum tahu. Tapi bisa lebih kecil karena peserta bisa lebih banyak,” jelasnya.
Menghindari permainan nilai, hasil seleksi langsung disampaikan ke panitia desa. Lantas biasanya panitia desa membuka hasil seleksi yang masih tersegel di depan para peserta seleksi.
”Jadi tidak ada nilai yang dirubah. Untuk membuktikannya masih tersegel dan tidak ada perubahan nilai,” pungkasnya.(SL)