KLATEN(TERASMEDIA.ID)- Pelaku UMKM rambak di Dukuh Tukuman, Desa Plosowangi, Cawas, Klaten, Jawa Tengah, saat ini tengah kebanjiran bahan baku berupa kulit sapi atau lulang.

Hal ini menjadi berkah tersendiri bagi para perajin, karena bisa untuk stok beberapa hari ke depan.

Sukarni (60), salah seorang pengusaha rambak mengaku pasca Idul Adha 1443 H mendapatkan kulit sapi sebanyak 25 lembar.

Harga per lembarnya sekitar Rp 200.000 – Rp 250.000. Harga ini dianggap sangat murah karena dibandingkan hari biasa, harga per lembar kulit sapi bisa mencapai Rp 400.000 – Rp 500.000.

Meskipun harganya murah, Sukarni harus mengeluarkan biaya untuk tenaga pocokan, yang membantu mengolah kulit sapi ini.

“Kulit sapi ini harus segera diolah. Bila dalam waktu tiga hari tidak direbus, nanti busuk dan tidak bisa diolah menjadi rambak,” kata Sukarni.

Kalau hari biasa, lanjut Sukarni, yang mengerjakan tenaganya cukup keluarga sendiri, karena bahan bakunya tak banyak. Namun karena saat Idul Adha ini stok kulit banyak, maka pekerjanya harus ia tambah.

“Tenaga kami tambah lima orang, karena kewalahan bila dikerjakan keluarga sendiri,” ujar Sukarni sambil sibuk mengiris kulit sapi.

Menurut Sukarni, untuk mengolah menjadi rambak, harus melewati beberapa tahap. Pertama, kulit sapi dicuci terlebih dahulu, dikerok, lalu direbus selama dua jam. Setelah empuk, diambil, dicuci hingga bersih, lalu ditiriskan.

“Proses selanjutnya, dirajang atau dipotong-potong sesuai selera. Di tempat saya ini, ada tiga jenis bentuk rambak, yang harganya berbeda,” ucap Sukarni.

Untuk rambak sayur harga per kilogramnya yaitu Rp120.000, rambak kotak Rp150.000 dan rambak lalap Rp190.000.

Para pelanggannya berasal dari sekitar Cawas, Klaten, Tawangsari Sukoharjo, Bulu Sukoharjo, dan lain-lain. Bahkan, Sukarni juga sering mengirim permintaan secara online dari Sumatera, Medan, dan Kalimantan.

“Biasanya yang dari luar Jawa ini, awalnya warga Klaten yang merantau kesana, lalu minta dipaketkan,” terang Sukarni.

Sukarni mengaku, usaha ini sudah berusia ratusan tahun, melanjutkan usaha dari orangtuanya.

Pengusaha rambak lainnya, Harto Sentono (70 tahun), mengaku mendapatkan kulit sapi 45 lembar.

Setiap hari, para pekerja mengolah kulit sapi lembur sampai malam. Sisa kulit yang belum bisa diolah, direndam dengan air sampai penuh, untuk menghambat busuk.

Di tempatnya Harto ini, untuk rambak sayur harganya Rp140.000 dan rambak lalapan Rp180.000 per kilogramnya.

Selain mengolah kulit sapi menjadi rambak, para pengusaha juga menjual jasa mengolah abon.

Dalam dua hari ini, Harto menerima 40 kilogram daging sapi dari para tetangganya, untuk dijadikan abon. Biayanya Rp 50.000 per kilogramnya.

“Saya menerima daging sapi dari para pelanggan 40 kilogram, untuk dijadikan abon, biar awet bisa tahan lama,” ujar Harto.

Untuk mengolah abon sapi, ada beberapa proses. Daging dipisahkan dulu, yang banyak lemaknya disisihkan, lalu direbus hingga empuk.

Setelah itu diangkat, ditiriskan, lalu ditumbuk. Usai ditumbuk, disuwir-suwir. Lalu dibumbui sedemikian rupa. Proses selanjutnya digoreng selama 1,5 jam agar bumbunya meresap dan kering.

Saat berwarna kecoklatan, suwiran daging itu diangkat, lalu ditiriskan minyaknya dengan alat pengepres. Ditunggu sampai dingin, lalu dikemas.

“Ada yang dibumbui asin, ada pula yang ingin manis. Sesuai selera pelanggan, kami turuti,” kata Harto, yang sudah menggeluti usaha ini selama puluhan tahun.

Berbeda dari Sukarni, Harto ini dulunya sebagai belantik sapi, melanjutkan usaha orangtuanya. Lalu banting stir membuka usaha pengolahan rambak ini sampai sekarang.

Hari biasa, Harto dibantu empat orang pekerja, namun untuk saat ini, pekerjanya bertambah menjadi 10 orang.

Harto mengaku, karena banyaknya warga yang memproduksi rambak, pihak pemerintah desa dulu, lalu memberi nama Kampung Rambak. (HN)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini