KLATEN(TERASMEDIA.ID)– Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Klaten, bekerja sama dengan BPS Jawa Tengah dan Solopos, menggelar Forum Grup Diskusi (FGD), bertema “Mismatch Pendidikan dan Ketenagakerjaan”, di Hotel Tjakra Klaten, Senin (21/10/2024).

FGD diikuti oleh perwakilan unsur Organisasi Perangkat Daerah(OPD) yakni Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker), perwakilan Bappeda, perwakilan Dinas Pendidikan, perwakilan dari sekolah, perguruan tinggi, dan tamu undangan lain.

Hadir Meryanti Sri Wulandari (narasumber dari BPS Jateng) dan Danang Nur Iksan (Head of Media Strategis Solopos).

Kegiatan FGD ini, dibuka oleh Kepala BPS Klaten, Rudi Cahyono, yang memaparkan akan pentingnya angka statistik bisa mempengaruhi pengambilan kebijakan.

Rudi menyampaikan, diadakannya FGD publik ini, bertujuan agar hasil dari diskusi ini bisa dijadikan sebagai pijakan pengambil keputusan stakeholder terkait.

“Yang menjadi PR kita bersama adalah, mengapa semakin tinggi pendidikan, angka pengangguran juga tinggi. Ini yang perlu kita cari titik masalahnya,” kata Rudi.

Pihaknya berharap, antara tingginya pencari kerja di Klaten bisa diimbangi dengan tingginya lapangan pekerjaan.

Meryanti, mengatakan berdasarkan angka statistik ketenagakerjaan di Klaten, Jawa Tengah, pada tahun 2022-2023, jumlah lowongan pekerjaan ada 29.

Jumlah pencari kerja terdaftar ada 7.385 dengan penempatan kerja sebanyak 3.504.

“Artinya, lowongan kerja di Klaten belum bisa dipenuhi oleh SDM yang ada,” ujar Mery, sapaan akrab Meryanti yang menjabat sebagai Fungsional Statistisi Ahli Madya BPS Provinsi Jawa Tengah ini.

Di lapangan, masih ada mismatch antara pendidikan dan ketenagakerjaan.

Mery memberi contoh, lulusan Pertanian diterima bekerja di Perbankan misalnya. Atau pekerjaan lain yang tidak sesuai dengan jurusan pendidikan yang ditempuh.

Untuk kelulusan yang cepat terserap di dunia kerja, tertinggi lulusan SMK/SMA. Sementara lulusan universitas dan diploma, landai.

Masih di angka statistik, Mery memaparkan angka yang bekerja di sektor informal sebanyak 51,35 persen (sekitar 336,6 ribu).

Yang bekerja paruh waktu yaitu di bawah 35 jam per Minggu, sebanyak 179,3 ribu dan
37 ribu diantaranya sedang berusaha mencari kerja.

Bekerja di sektor formal mulai melambat dalam dua tahun terakhir.

Untuk industri manufaktur merupakan pendorong pertumbuhan dan kesempatan kerja.

Di industri ini mempekerjakan 34,82 persen pekerja (655,5 ribu) dan menampung 49,95 persen pekerja formal dengan gaji tetap.

Sementara itu, Danang Nur Iksan lebih menyoroti dampak dari banjir informasi dan persepsi publik dalam dunia kerja di kalangan GenZ.

Perilaku GenZ saat ini banyak dipengaruhi oleh informasi publik yang tidak terbendung.

“GenZ itu ya maunya kerja enak dengan gaji yang tinggi, padahal tidak mempunyai kemampuan yang diandalkan. Namun, banyak juga GenZ yang punya potensi bagus,” papar Danang.

Danang juga menyoroti pentingnya persepsi publik perlu dibangun karena bisa mempengaruhi perilaku publik, sikap publik, bahkan reputasi lembaga di mata publik.

“Persepsi publik bisa dibangun dengan berbagai cara yaitu dengan melibatkan media, media sosial, influencers, CSR, media luar ruang, dan lain-lain,” ujar Danang.

Selain menyebarkan informasi, fungsi media juga sebagai rujukan suatu informasi itu benar atau hoax. Tentu saja dengan catatan yaitu media mainstream yang kredibel.(Hasna)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini