BANYUMAS(TERASMEDIA.ID)– Cipta Wahyuni(56) Warga Desa Beji RT 004/ RW 012 Kecamatan Kedung Banteng yang merupakan pemilik tambang tanah urug, melaporkan pemerasan kepada sejumlah warga Keniten, ke pihak polisi Polres Banyumas dan Balai ESDM wilayah Slamet Selatan atas dugaan pemerasan, Jumat(22/10/2021).

Menurut Cipta Wahyuni, laporan ini ia lakukan karena tambang miliknya telah mengantongi izin dari DPMPTSP Prov Jateng dengan nomer 543.32 /6611 tgl 27 Juli 2020, dan berlaku hingga 2025 mendatang.

“Sekelompok Warga Desa Keniten Kecamatan Kedung Banteng Kab Banyumas dengan segala upaya paksa akan menutup tambang dan meminta ganti rugi tanpa alasan yang jelas kepada kami,”kata Cipta Wahyuni.

Menurut Cipta Wahyuni, tekanan dari sekelompok orang tersebut berlangsung terus menerus dengan dalih meminta ganti rugi atas dampak penambangan agar pihak penambang bersedia memberikan ganti rugi kepada warga yang terdampak dari tahun 2016 sampai dengan sekarang.

“Bahkan, sampai terjadi penganiayaan pada salah satu karyawan kami,”ucapnya.

Cipta Wahyuni menjelaskan, bahwa kompensasi untuk warga sudah ia lakukan bahkan membantu kas masjid dan penyaluran air untuk mushola dikarenakan daerah tersebut sulit mendapatkan air.

Selain itu, juga membantu pembangunan penyimpanan keranda di Pemakaman Umum daerah setempat. Dan mendukung kegiatan sosial masyarakat.

Eddy Wahono, pengamat lingkungan hidup mengaku, upaya tambang di Desa Keniten sangat membantu pengurangan dampak bencana karena mengeruk dan melandaikan tebing yang biasa longsor pada musim penghujan.

Edy Wahono berharap, perlindungan hukum bagi cipta Wahyuni, karena tempat tambang tanah urug miliknya telah berizin seperti yang tertuang pada Undang- Undang Minerba no 3 tahun 2020, pasal 162 dimana masyarakat yang mencoba mengganggu merintangi aktivitas pertambangan berizin akan dijatuhi hukuman pidana 12 bulan atau denda 100 juta rupiah.

“Saya berharap pemerintah dapat konsisten dalam melaksanakan perlindungan hukum kepada penambang berizin karena permasalahan penambangan sangat rentan dengan konflik sosial. Terlebih, dalam perundangan yang ada, bahwa yang bisa menutup dan menghentikan pertambangan adalah gubernur atau menteri.(H-03)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini