Sugiyanto( mengenakan baju biru) sedang berbincang dengan warga yang lain.(FOTO:TM/SL)

SRAGEN( TERASMEDIA.ID)– Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Desa Kecik, Kecamatan Tanon disoal warga. Pasalnya Kepala Desa (Kades) setempat diduga mencoba mengelabui warga yang mendaftarkan penyertifikatan tanah, dengan menarik biaya Rp 2,5-3 juta per bidang.

Perwakilan warga bernama Sugiyanto(34) mengatakan, awalnya program PTSL pada tahun 2020 di Desa Kecik mendapatkan kuota sekitar 170 bidang.

Sosialisasi awal dari kecamatan turun ke desa dan dibentuk panitia PTSL desa. Dalam kesepakatan awal biaya Rp 600 ribu/bidang. Namun setelah keluar Surat edaran dari Bupati, biaya turun menjadi Rp 500 ribu.

Setelah proses berlanjut, karena waktu pandemi Covid-19 Program PTSL terkena refokusing. Dari sekitar 170 bidang tersisa 68 bidang dilanjutkan PTSL 2021. Sisanya sudah selesai dan dibagikan ke Pemohon.

Kemudian pertengahan tahun lalu, pihaknya mendapatkan informasi dari Kades bahwa kuota PTSL di Desa Kecik sudah habis.

”Waktu itu adik saya ketemu pak Kades, kemudian nyambung ke saya dan Pak Kades bahwa program PTSL sudah habis. Dari situ saya minta memo atau surat keterangan dari pak lurah bahwa PTSL di Desa Kecik sudah habis koutanya. Maksud saya dengan surat itu, saya datang ke BPN sambil mengklarifikasi keterangan dari Kades,” paparnya Jumat (22/10/2021).

Namun dari Kades tidak mau memberikan surat keterangan tersebut. Lalu pihaknya mengambil inisiatif datang ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Sragen. Lantas mendapat informasi pada Juni 2021 program PTSL dilanjutkan.

”Saya datang hari Jumat bulan Agustus 2021, ditemui pegawai yang mengurus PTSL 2020. Saya tanya, dan dijawab bahwa PTSL berlanjut pada 2021. Kemudian hari Senin saya datang lagi dengan warga untuk memastikan. Di situ ditemui empat pegawai BPN dan dengan jelas menerangkan PTSL di Kecik masih berlanjut,” ujarnya.

Sehari setelahnya Kades bersikukuh bahwa kuota PTSL sudah habis. Namun dengan membawa bukti dari BPN, nama-nama yang berpotensi mendapatkan sertifikat. Kades berdalih baru tahu bahwa PTSL masih berlangsung.

Lebih parahnya sebelumnya Kades sudah bergerak secara door to door ke warga. Lantas menyampaikan penyertifikatan tanah bisa dilanjutkan dengan biaya Rp 2,5 -3 juta dengan program reguler.

”Kades jelas-jelas tidak jujur dengan warga, yang kedua memanfaatkan momentum program PTSL ini seolah-olah dijalankan reguler,”ucapnya.

Selain itu dia mendapatkan fakta bahwa Kades belum mengeluarkan SK untuk panitia PTSL. Sehingga panitia sekedar formalitas dan dikendalikan Kades.

”Jadi apa-apa tergantung pak Kades, menurut saya, terjadi mal administrasi. Sebagian warga sudah bayar. Tetapi karena saya ungkap ke permukaan, akhirnya dikembalikan. Ada warga yang tidak mau dikembalikan tapi uangnya ditaruh di meja, dan ditinggal,” terangnya.

Selain itu Sugiyanto juga heran, dengan SPJ ganda yang dibuat. Karena pada SPJ pertama ada sejumlah uang yang diberikan untuk para Pejabat. Namun pada SPJ lainnya dengan nominal yang sama, fee untuk pejabat hilang, tapi dinilai untuk sejumlah item seperti Patok dan konsumsi dinaikkan.

Perihal laporan tersebut, Sekretaris Inspektorat Badrus Samsu Darusi menyampaikan sekitar tiga hari lalu ada laporan terkait dana PTSL dari warga oleh Kades yang melebihi ketentuan.

Saat ini sudah membentuk tim untuk pengumpulan bahan dan keterangan (Pulbaket).
”Sebagian warga sama perangkat, dan saat ini masih kita dalami,” terangnya.

Soal kasus semacam ini, Badrus tidak memungkiri bisa menjadi urusan pidana.

”Kita lihat dulu, apa sudah ada rapat, SK nya, musyawarahnya seperti apa harus dibuktikan dulu. Kalau Pungutan liar, tidak ada ketentuan dan sifatnya untuk kepentingan pribadi ya dimungkinkan juga,” kata Badrus.

Badrus menyampaikan dari tim yang dibentuk sudah bertemu Kades dan sebagian perangkat desa. Namun baru lisan dan belum secara mendalam. Selain datang ke desa juga dilakukan sesuai prosedur.

Badrus membenarkan ada dua SPJ yang masuk. Namun masih didalami mana laporan yang benar. Terkait laporan benar atau tidak bisa dipastikan setelah dilakukan langkah klarifikasi.

Sementara Kades Kecik, Sukidi saat dikonfirmasi lewat telepon, membantah dirinya melakukan hal seperti yang dituduhkan. Dia menerangkan awalnya Desa Kecik ada 175 pemohon tahun 2020. Lantas 106 petak pemohon sudah jadi. Sisanya ada 68 informasinya diproses pada 2021.

Sampai pertengahan tahun 2021, belum ada informasi dari BPN.

”Saat saya telpon BPN disampaikan bahwa kuota habis dan berkasnya dibawa pulang saja. Diambil daripada disini ketlingsut. Itu berkas saya ambil dan panitia saya beri tahu bahwa PTSL kuota habis dan saya bubarkan,” terangnya.

Lantas saat bertemu dengan para pemohon di desa, Sukidi mengaku sering memberi informasi bahwa kuota PTSL habis, tapi bisa diurus secara reguler dengan biaya yang beda. Banyak yang minta lanjut diurus secara reguler.

Tak berapa lama, Sukidi bertemu dengan Sekretaris Daerah (Sekda) Sragen Tatag Prabawanto. Dia minta tolong terkait sisa pengajuan PTSL untuk dibantu. Setelah bertemu Sekda, Desa Kecik mendapatkan lagi kuota dari BPN sejumlah 59 bidang. Padahal dirinya terlanjur membubarkan panitia dan menginformasikan ke pemohon terkait pensertifikatan reguler.

”Saya dinilai tidak jujur karena terlambat menginformasikan ke warga bahwa ada lagi kuota PTSL. Saya itu teledor terlambat ngomong, kesalahan saya tidak segera bilang. Setelah itu berkas saya bawa lagi ke BPN dikoreksi dari 59 bidang yang lolos 54 bidang,” terangnya.

Ada yang tidak lolos seperti tanah makam, tidak mengajukan tapi muncul. Ada tanah sudah sertifikat tapi muncul, ada yang tidak mengajukan tapi nama warga yang mengajukan muncul.

Sedangkan soal ada dua SPJ di Inspektorat terkait kegiatan PTSL Desa Kecik. Pihaknya mengaku tidak mengetahui karena menjadi urusan panitia. Dia sendiri pernah membentuk panitia meskipun sudah bubar. Kades menegaskan SK panitia sudah pernah dibuat, namun berkasnya belum ketemu.( SL)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini