Para buruh yang tergabung dalam Aliansi Buruh Jawa Tengah terlihat menduduki halaman Kantor Gubernur Jawa Tengah.(FOTO:TM/Han)

SEMARANG(TERASMEDIA.ID)– Hingga pukul 18.00 WIB, para buruh yang tergabung dalam Aliansi Buruh Jawa Tengah masih menduduki halaman Kantor Gubernur Jawa Tengah untuk menunggu pengumuman dan penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2022.

Para buruh tetap mendesak Ganjar Pranowo untuk menaikkan UMK 2022 sebesar 16 persen. Mereka meminta Ganjar untuk memperjuangkan hak dan kesejahteraannya.

“Apabila kebijakan yang dikeluarkan gubernur tetap tidak adil, maka kami akan terus galang kekuatan untuk melawan. Jika Pak Ganjar mengabaikan aspirasi buruh, maka kami akan geruduk Istana Presiden dan Gedung DPRI. Tidak ada kata menyerah dalam perjuangan sebelum keadilan terwujud,” tegas perwakilan Aliansi Buruh Jawa Tengah, Karmanto, Selasa (30/11/2021).

Dikatakannya, upah rendah adalah masalah memalukan di Jawa Tengah. Maka dari itu, Ganjar diminta untuk mengejar ketertinggalan upah dari provinsi lain. Penerapan UMK pada Selasa, 30 November 2022 adalah moment penting bagi masa depan buruh.

Jawa Tengah, lanjut Karmanto, telah terjebak dalam kubangan upah rendah sejak puluhan tahun silam. Hingga saat ini menempati ranking satu provinsi upah terendah di Indonesia. Di balik terjadinya kebijakan upah rendah di Jawa Tengah salah satunya disebabkan adanya faktor politisasi.

“Negara telah dikuasai oligarki karena dikendalikan pemilik modal yang dholim. Seharusnya, pemerintah malu karena telah memberi karpet merah untuk oligarki. Bukan menyejahterakan malah justru sebaliknya menyengsarakan rakyat. Ini sama saja menjajah negeri sendiri. Kalau era kolonial buruh hanya dikasih makan, sekarang gaji buruh hanya cukup untuk makan. Apa bedanya?” papar Karmanto.

Semestinya, lanjut Karmanto, Jokowi harus mengamandemen aturan terkait pengupahan ini. Sebab, permasalaha upah rendah ini menjadi PR negara, bukan hanya gubernur, wali kota maupun bupati.
“Beliau ini dari Solo Jawa Tengah. Upah rendah di Jawa Tengah saja tidak diperjuangkan. Hingga saat ini tidak ada langkah nyata,” ucapnya.

Menurutnya, kepala negara telah lalai dalam mengontrol kesejahteraan rakyat. Di balik semua itu, faktor utamanya adalah politik.
“Hasil kebijakan terkait upah selalu dipolitisasi. Isu yang digunakan, kalau upah terlalu tinggi nanti perusahaan bangkrut, tutup, dan lain sebagainya,” tegasnya.

Ganjar Pranowo, lanjut dia, selaku pemangku kebijakan di Jawa Tengah, harus mampu keluar dari ketakutan-ketakutan. “Beliau ini juga termasuk salah satu tokoh bangsa. Jangan pernah takut untuk membela rakyat. Seorang pemimpin harus rela berkorban demi memperjuangkan hak dan kesejahteraan rakyat,” tandasnya.

Saat ini telah ada keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), Mahkamah Konstitusi pada Kamis, 25 November 2021 lalu dengan amar Putusan Nomor 91 /PUU-XVIII/2020 yang menyatakan bahwa pembentukan UU No 11 Tahun 2020 tentang cipta kerja bertentangan dengan UU 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 Tahun sejak diputuskan MK.

“Dalam salah satu point putusannya yaitu menangguhkan segala tindakan dan kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, termasuk tidak boleh menerbitkan PP baru yang berkaitan dengan UUCK selama proses perbaikan,” ujarnya.

Artinya, PP 36 Tentang Pengupahan tidak berlaku dan ditangguhkan dan keputusan yang dikeluarkan Ganjar bernomor 561/2021 tentang Penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jawa Tengah 2022 harus dicabut.

“Terlebih kenaikannya 0,78 persen atau naik Rp 14.032, Sedangkan untuk UMK 2022 di Jawa Tengah berpontesi lebih buruk lagi misalnya di Klaten, UMK 2022 hanya naik Rp.4.000. Kami berharap pemegang kebijakan baik pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten, menjadi warga negara yang baik. Mereka sebagai pelaksana regulator harus benar-benar menjalankan dengan baik,” terangnya.

Apabila penentu kebijakan pemerintah melawan keputusan MK, maka mereka telah berbuat inkonstitusional.
“Artinya berlawanan dengan tata aturan dalam membuat UU. Termasuk bertentangan dengan UUD 1945, serta Pancasila tentang keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” tandasnya.

Formulasi penghitungan UMK 2022, lanjut Karmanto, telah diusulkan dan sampaikan kepada Gubernur Jawa Tengah, pada 4 November 2021, 17 November 2021 dan 29 November 2021, melalui Disnakertrans Provinsi Jawa Tengah.

Usulan buruh adalah UMK 2022 menggunakan rumusan UMK 2021 + Kebutuhan di Masa Pandemi Covid-19= UMK 2022. Berdasarkan hasil survei, total biaya tambahan kebutuhan riil buruh di masa pandemi sebesar Rp 449.600.

Rinciannya, Masker N.94 Rp 115.000, Hand Sanitizer Rp 90.000, Sabun Cair 150 ml Rp 29.600, Vitamin Rp 75.000, Pulsa/Kuota/Daring/Indihome Rp 100.000, biaya kenaikan air bersih 50 persen Rp 40.000. Total kebutuhan tambahan di masa pandemi Rp. 449.600.

Contoh penghitungannya, misal di Kota Semarang, yakni UMK 2021 Rp 2.810.000 + Rp. 449.600. Maka UMK Kota Semarang pada 2022 yakni Rp 3.259.600 atau naik 16 persen.
“Kenaikan 16 persen itu harus diberlakukan di 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah. Tidak bisa tidak!”, tegasnya.

Itu pun harga kebutuhan pokok seperti beras, telur, ayam, daging, minyak goreng, naik semua. Kami berharap kebijakan pemerintah tidak menyengsarakan rakyatnya.
“Bahkan di Jawa Tengah, terutama Brebes, Banjarnegara, Grobogan, UMP-nya ngenes sekali, yakni berkisar Rp 1,8 jutaan,” ujarnya.

Padahal, harga kebutuhan pokok di setiap wilayah rata-rata sama. Misalnya harga beras, minyak goreng, telur, daging, dan lain-lain, di seluruh provinsi di Indonesia relatif sama.
“Pertanyaannya, mengapa ada kesenjangan upah yang sangat jauh? Dibanding upah di Jawa Timur dan Jawa Barat misalnya. Karawang bisa mencapai Rp 5,2 juta, DKI Jakarta Rp 4,7 juta. Kota Semarang yang tertinggi di Jawa Tengah saja hanya Rp 2.810.000. Menyedihkan,” katanya.

Aliansi Buruh Jawa Tengah adalah gabungan serikat dan federasi buruh, yakni FSPIP, FSBRK, Konfederasi Kasbi, Federasi Kehutanan, Industri Umum, Perkayuan, Pertanian, dan Perkebunan (Hukatan), Garteks, KSBSI, Serikat Pekerja Lintas Media (SPLM) Jawa Tengah, SBMCC, Serikat Pekerja Danamon Jateng, Serikat Pekerja Bank Permata (SPBP), FSPRINT, Federasi Serikat Buruh Militan (Sebumi), SP Pungkook Bersatu Grobogan (PUBG), Federasi Serikat Buruh Kerakyatan (Serbuk)Jawa Tengah, dan FSBPI, serta LBH Kota Semarang. (Han)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini