BLORA(TERASMEDIA.ID)– Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pemantau Keuangan Negara (PKN) Kabupaten Blora melaporkan dugaan penyalahgunaan uang honorarium narasumber anggota DPRD tahun anggaran 2021 ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Tengah, pada 19 Januari 2022 lalu.

Ketua PKN Sukisman menilai, besaran uang honorarium narasumber tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 33 tahun 2020.

“Saya mengacu pada Perpres nomor 33 tahun 2020, dimana honorarium yang dipagukan secara regional itu sudah ada aturan mainnya,” kata Sukisman kepada sejumlah wartawan, Rabu (25/01/2023).

Sukisman memaparkan mengacu Perpres diatas, uang honorarium Narsum DPRD mestinya tidak diterima secara utuh sebesar Rp 1.000.000 setiap satu jam, namun hanya setengahnya.

“Karena saya mendapatkan dari sumber yang bisa kami percaya tentang daftar penerima honorarium DPRD yang total jumlahnya hampir Rp 11 miliar. Itu terus saya mempelajari tentang Peraturan Presiden yang dikirim dari seseorang setelah saya print out bahwa kalau penyelenggaranya itu intern  Organisasi Perangkat Daerah(OPD) atau dinas setempat harus mendapatkan 50 persen, itu aturannya,” terangnya.

Sukisman juga mengatakan, dalam Perpres juga disebutkan jika anggota DPRD setara dengan pejabat eselon II. Sehingga jumlah honorarium yang mencapai Rp 11 Miliar separuhnya patut dipertanyakan.

“Saya melihat di daftar penerima itu ada yang 140 jam, 120 jam dalam satu bulan. Kan perjamnya di situ bahwa anggota DPRD setara dengan eselon II kan Rp 1 juta. Padahal menurut aturan di depannya bawah Peraturan Presiden itu kalau penyelenggaranya intern kan maksimal Rp 500. Mengingat itu totalnya  hampir Rp 11 miliar berarti yang 50 persen ini bermasalah,” jelasnya.

Selain itu, dirinya menduga uang honorarium Narsum juga banyak dimanipulasi. Sebab kegiatan tersebut dilakukan di masa pandemi dimana masih diberlakukan penerapan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).

“Contoh itu yang bulan November, dia menjalankan 140 jam ini kan meragukan. Makanya kalau dihitung dengan dugaan manipulatif datanya kalau dihitung yang paling tinggi itu 140 jam itu kan dugaan manipulatifnya ada,” ucapnya.

Dihubungi terpisah, Ketua DPRD Blora HM Dasum tidak mempermasalahkan laporan tersebut. Pihaknya mengklaim penggunaan honorarium sudah sesuai regulasi. Bahkan penggunaan honorarium sudah dilakukan pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

“Itu kan aturan baru, PP 33 tahun 2020. Dan ini sudah dijalankan sesuai regulasinya dan sudah diperiksa BPK juga tidak ada temuan,” ungkapnya.(MG-11)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini