KLATEN(TERASMEDIA.ID)– Akademisi dari Universitas Diponegoro Semarang, Nur Hidayat Sardini (NHS) menyoroti putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang memenangkan gugatan Partai Prima dan menghukum KPU RI untuk menghentikan proses tahapan Pemilu selama dua tahun, empat bulan tujuh hari.

Menanggapi hal ini, Ketua Departemen Politik dan Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Diponegoro (Undip) Semarang ini, apa yang dilakukan hakim tidak bisa disalahkan begitu saja.

Karena, PN tidak boleh menolak gugatan yang diajukan oleh penggugat (dalam hal ini Partai Prima).

“Meski begitu, seharusnya hakim bertindak wise (bijak) dengan mengarahkan penggugat ke ranah Bawaslu atau PTUN. Namun ini sudah terjadi, dan menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum,” kata NHS yang juga mantan Ketua Bawaslu RI periode 2008-2011 ini.

Ada pertanyaan, apakah yang diputuskan hakim tersebut salah? NHS menjawab tidak salah, meskipun bukan ranahnya PN menyelesaikan sengketa Pemilu.

Meskipun putusan hakim PN Jakarta Pusat tersebut banyak dinilai para pakar hukum salah, namun NHS menyatakan tidak salah. Karena sesuai UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman, hakim itu bebas merdeka untuk memutuskan apa saja.

“Namun ya itu tadi, hakim harus bijak. Coba kalau putusan hakim tersebut dilaksanakan oleh KPU beneran, kita akan mempunyai presiden baru lagi pada tahun 2027, ini preseden buruk ini, tidak boleh terjadi,” kata pria yang terkenal humoris ini, saat sosialisasi dan Implementasi Peraturan dan Non Peraturan Bawaslu di Hotel Grand Tjokro Klaten, Rabu (15/03/2023).

Ada dua opsi yang harus dilakukan KPU, yaitu cuek dengan putusan tersebut atau banding, lanjut NHS. Namun bila cuek, nanti hasilnya mengambang, tidak pasti. Jalan yang paling tepat adalah banding.

Kegiatan yang diselenggarakan oleh Bawaslu Klaten ini, diikuti 50 orang, yang merupakan perwakilan Polres, Kejaksaan Negeri, Badan Kesbangpol, Satpol PP, KPU, media, dan Kordiv penanganan pelanggaran dan penyelesaian sengketa Panwaslu kecamatan.

Dalam kesempatan ini, NHS menjelaskan seputar Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu (PSPP) berdasarkan Peraturan Bawaslu Nomor 9 Tahun 2022.

NHS menjelaskan, dalam menyelesaikan sengketa proses Pemilu bila terjadi di lapangan, bisa menggunakan konsep Sengketa Alternatif (Alternative Dispute Resolution atau ADR).

Sehingga tidak semua perkara sengketa Pemilu harus diselesaikan melalui pengadilan. Dengan konsep ini, sengketa bisa diatasi dengan cara mediasi, arbitrasi, dan evaluasi yang bersifat netral.

“Kita sih penginnya Pemilu berjalan dengan damai, adem ayem saja. Namun sebagai pengawas, kita tidak boleh mengabaikan kemungkinan yang akan terjadi,” ujar NHS di depan peserta.

Selain itu, NHS juga memaparkan adanya konsep ADR ditransformasi ke dalam Electoral Dispute Resolution (EDR).

Yang artinya, setiap tindakan atau prosedur Pemilu yang dianggap menyimpang, dapat digugat secara hukum. Banding hukum yang terkait dengan masalah Pemilu dapat diajukan ke lembaga peradilan atau politik.

“Masalah itu ada bila dipermasalahkan. Kalau tidak dipermasalahkan, ya bukan masalah,” kata NHS memecah suasana menjadi cair.

NHS juga menyoroti, Pemilu 2024 besok masalah perkubuan masih kental. Kampanye agak besar juga terjadi di mana-mana, karena ini serentak di seluruh tanah air.

Narasumber kedua dilanjutkan Sri Rahayu Werdiningsih, mantan anggota Bawaslu Provinsi DIY periode 2017-2022, Devisi Penanganan Pelanggaran.

Ketua Bawaslu Kabupaten Klaten, Arif Fatkhurrokhman mengatakan, kegiatan ini untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) anggota Bawaslu dan Panwascam.

“Dengan mengikuti kegiatan ini langsung dari pakarnya tentang Peraturan Bawaslu Nomor 7, 8 dan Nomor 9 Tahun 2022, para pengawas bisa tahu sehingga bekerja sesuai tugas pokok dan fungsi, apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan sebagai pengawas,” jelas Arif.

Pengawas sesuai tugasnya berkaitan dengan penanganan pelanggaran, pengawasan, pencegahan (terkait Pemilu), sekaligus mengedukasi masyarakat luas tentang Pemilu.

Sisa waktu satu tahun menuju Pemilu 2024 ini, Arif berharap sosialisasi ini bisa menyamakan persepsi baik dari kejaksaan, kepolisian, Satpol PP, Kesbangpol, dan Bawaslu, dalam menangani pelanggaran Pemilu.(Hasna)
.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini