Para Caleg korban Komandante foto bersama.(Foto:TM/Hasna)

SOLO(TERASMEDIA.ID)– Caleg PDIP Jawa Tengah yang menjadi korban sistem Komandan Tempur (Komandante), kini bersatu dalam sebuah komunitas Banteng Soca Ludira Jateng, yang diketuai Yudi Kurniawan (Wawan Wulung).
Komunitas tersebut, berjumlah 47 orang berasal dari 22 Kabupaten/Kota se-Jawa Tengah.

Sistem Komandante ini diatur dalam PP DPD (Jateng) nomor 01 Tahun 2023 yang sudah ditetapkan dan diberlakukan mulai tanggal 15 Juni 2023.

Merapatnya para Caleg ini, menurut pengacara Caleg Solo Raya korban sistem Komandante, Sri Sumanta, karena mereka mempunyai permasalahan dan tujuan yang sama, sehingga akan lebih kuat bila bergabung menjadi satu.

Menurut Sri Sumanta, para Caleg korban sistem Komandante ini, tengah memperjuangkan hak-hak konstitusionalnya yang telah dicederai oleh partai dalam hal ini DPD PDI-P Jateng.

Masalah yang sedang mereka hadapi adalah masalah internal partai, terkait sengketa perolehan suara terbanyak, yang menurut kebijakan partai akan diganti oleh orang lain yang perolehan suaranya ada bawahnya.

Dari permasalahan tersebut, lalu muncul masalah pemaksaan mengundurkan diri, yang suratnya sudah dikirim ke KPU masing-masing sesuai kabupaten/kota.

“Yang tengah kami perjuangkan adalah terkait adanya tanda tangan surat kesanggupan mengundurkan diri, yang tidak memiliki kekuatan hukum apa-apa. Sementara para Caleg ini, sampai detik ini, tidak ada yang mengundurkan diri. Mereka benar telah melakukan tanda tangan di atas kertas sebelum Pemilu dimulai. Namun hal itu tidak memiliki kekuatan hukum apapun, karena dalam susunan redaksionalnya tidak ada kapan surat itu dibuat, bertujuan untuk apa, tidak ada,” jelas Sri Sumanta saat konferensi pers yang kesekian kalinya di Solo, Jawa Tengah, Sabtu(20/04/2024) sore.

Setelah ada sengketa kasus ini dan para Caleg didampingi Kuasa Hukum berjuang hingga ke kantor DPP, maka terbitlah Peraturan Partai nomor 03 tahun 2024 yang ditandatangani oleh Ketua Umum Megawati Soekarnoputri dan Sekjen Hasto Kristiyanto pada 17 April 2024.

Menurut Ketua Banteng Soca Ludira Jateng, dengan terbitnya Peraturan Partai nomor 03 tahun 2024, sudah jelas untuk PP 01 DPD itu sudah tidak berlaku. Atau dengan kata lain, sistem Komandante tidak ada.

Meski begitu, para Caleg yang menjadi korban sistem Komandante ini, tetap harus berjuang sampai benar-benar bisa dilantik oleh KPU.

Sementara itu, salah seorang Caleg dari Kabupaten Batang, Fitriana Puspitasari (32) menjelaskan, dirinya merasa menjadi korban sistem Komandante tersebut. Meskipun sudah terbit PP nomor 03 tahun 2024 yang berpotensi dirinya tetap dilantik menjadi anggota legislatif, namun ia tetap melangkah ke ranah hukum.

Dirinya melaporkan terkait pemalsuan surat (pengunduran dirinya) ke Polda Jawa Tengah beberapa hari yang lalu.

“Jadi yang saya laporkan (ke Polda Jateng) ini terkait pemalsuan surat. Kami akui memang disuruh tanda tangan surat kesediaan mengundurkan diri, bentuknya masih kosong, tanggal 12 Februari. Tanpa tanda tangan Ketua dan Sekretaris DPC, tanggal masih kosong, SK pelantikan juga masih kosong,” jelas Fitriana.

Kemudian, lanjut Fitriana, tanggal 13 Maret dirinya sudah melakukan pencabutan surat pengunduran diri di KPUD Batang, disusul tanggal 23 Maret, DPC mengirim surat pengunduran dirinya disertai berita acara dari KPUD, yang ia nilai ngawur. Ia mencontohkan, ikut menyaksikan penandatanganan, sehingga klarifikasinya ia anggap sudah salah.

“Karena saya mendapatkan surat salinan berita acara dari lawyer saya, menyatakan somasi ke Ketua DPC agar mencabut surat tersebut. Karena KPUD itu sudah menyampaikan ke DPC bahwa surat tersebut sudah dicabut kenapa masih dikirimkan ke KPUD. Setelah tiga hari tidak ada respon dari Ketua DPC, akhirnya lawyer saya pada tanggal 25 Maret melaporkan ke Polda Jateng,” jelas Fitriana.

Dengan adanya laporan ke ranah hukum ini, Fitriana mengaku belum ada tanggapan dari Pengurus DPC.

“Tanggapan dari DPC ya marah-marah, tidak ada tanggapan resmi,” jelas Caleg dari Dapil Batang 4 dengan nomor urut 2 tersebut.

Sri Sumanta menambahkan, apabila hak konstitusional para Caleg ini dilanggar, ada empat hal yang telah Kuasa Hukum siapkan. Yaitu Pidananya, gugatan perdatanya, gugatan PTUN-nya, dan tentu aduan kode etik bagi penyelenggara Pemilu yang tidak taat. (Hasna)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini