KLATEN(TERASMEDIA.ID)– Meski sudah melakukan berbagai upaya hukum, dengan tujuan agar tanah orangtuanya dikembalikan oleh Pemerintah Desa (Pemdes), namun hasilnya tidak sesuai harapan.

Pemilik tanah yang sampai saat ini masih memegang sertifikatnya, harus kalah dengan putusan hukum Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA).

Karena putusan hukum dari MA sudah keluar pada Nopember 2022, maka Pengadilan Negeri (PN) Klaten melakukan eksekusi terhadap lahan tanah di Dukuh Babadan, Desa Teloyo, Wonosari, Klaten, Jawa Tengah, Rabu (08/02/2023).

Menurut ahli waris Slamet, Sri Mulatsih (45 ), dirinya sudah memperjuangkan agar tanah milik orangtuanya tersebut kembali lagi kepada keluarganya.

Namun ternyata, pihaknya tetap kalah. Dirinya mengatakan, kalau pihak Pemdes Teloyo telah menyerobot tanah yang sampai sekarang masih bersertifikat atas nama Slamet Siswosuharjo.

“Kami sebetulnya tidak melakukan perlawanan terhadap putusan hukum, namun kami hanya mencari keadilan. Tanah kami diserobot, tidak ada tukar guling. Kalau ada tukar guling, mana tanah penggantinya, tolong ditunjukkan, tidak ada,” kata Sri Mulatsih yang biasa disapa Asih, saat dikonfirmasi sejumlah wartawan.

Pengacara ahli waris, Badrus Zaman menilai, keputusan PK yang menguatkan putusan PN Klaten ini, ia anggap cacat hukum. Banyak sekali dasarnya, mengapa dirinya bisa menyebut cacat hukum.

Karena sampai sekarang, sertifikat tanah yang didirikan pasar ini, masih atas nama Slamet Siswosuharjo. Bahkan pajak tanah tersebut, yang membayar masih ahli waris.

“Kalau yang namanya tukar guling, harus ada obyek yang untuk menukar tanah ini, buktinya tidak ada. Ini jelas cacat hukum. Sehingga kami selaku kuasa hukum akan mengadukan hakim PN Klaten yang memutus perkara ini ke Bawas Hakim dan Komisi Yudisial,” kata Badrus Zaman.

Asih menaambahkan, Slamet mempunyai 9 ahli waris. Sehingga akan memperjuangkan sampai titik darah penghabisan, agar tanah bisa kembli. Atau setidaknya obyek lahan yang untuk tukar guling benar-benar ada.

“Bapak saya meninggal baru saja, tahun-tahun kemarin. Sehingga semasa beliau hidup, ia bercerita kepada kami anak-anaknya, bahwa dulu bila tanahnya dipinjam desa tidak boleh, bapak saya dituduh PKI,’’ kata Asih.

Badrus Zaman menambahkan, kasus sengketa lahan yang berada di pingggir jalan raya Pakis-Solobaru ini, bermula pada tahun 1968. Lahan seluas 2500 meter persegi ini, dipinjam oleh Pemdes Teloyo.

Sebagai gantinya, Slamet disuruh menggarap sawah milik kas desa. Jadi bukan tukar guling.

Upaya Slamet untuk meminta tanahnya agar kembali, sudah dilakukan sejak tahun 1970 meskipun secara lisan, memohon kepada Pemdes Teloyo.

Namun secara hukum, baru digugat oleh ahli waris pada tahun 2019. Pada tahun 2021 pihak ahli waris dinyatakan sudah menang ketika banding. Namun di putusan PK dari MA, ahli waris kembali kalah.

Meski begitu, ahli waris tetap akan berjuang mencari keadilan.

Kepala Pengadilan Negeri Klaten, Tuty Budhi Utami saat dikonfirmasi menjelaskan, putusan PK ini memperkuat putusan PN Klaten, soal sengketa tanah ini.

“Ini adalah kasus tukar guling, Pak Slamet sudah setuju dan menerima sawah kas desa, yang luasnya melebihi luas tanah yang dijadikan pasar ini. Sehingga PN harus segera melakukan eksekusi,” kata Tuty.

Pihak kuasa hukum ahli waris kembali menambahkan, meskipun status tanah ini masih dalam sengketa, namun pihak Pemkab Klaten pada masa pemerintahan bupati Haryanto-Sunarno ( tahun 2000 – 2005) pernah mengucurkan anggaran untuk membangun pasar tersebut.

Pasca eksekusi ini, nasib ratusan pedagang yang berjualan di Pasar Babadan, Teloyo ini belum ada kejelasan. Karena lahan dikosongkan.(Hasna)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini