KLATEN(TERASMEDIA.ID)– Luar biasa! Begitulah decak kagum dari para penonton, saat menyaksikan drama musikal yang digelar Sekolah Krista Gracia Klaten, Sabtu (02/03/2024) malam.

Selama hampir dua jam, ratusan penonton yang memadati ruang pertunjukan aula lantai dua, disuguhi aksi ciamik para siswa.

Berkolaborasi dengan Singgih Sanjaya Orkestra dan tim dari ISI Yogyakarta, pertunjukan yang melibatkan ratusan siswa dari TK sampai SMP Krista Gracia tersebut, membuat para penonton tak ingin bergeser dari tempat duduknya.

Di sesi pertama, pertunjukan yang dimulai pukul 17.00 WIB ini, menampilkan drama musikal siswa anak TK sampai siswa kelas 3 SD.

Di sesi pertama ini, menampilkan “Kucinta Alamku”. Dipentaskan, ada keluarga yang mempunyai anak kecil. Anak kecil tersebut harus bangun pagi, mandi, berangkat sekolah, dan lain-lain.

Tentu saja lagu-lagu musikalnya, sudah sangat familier di telinga kita. Ada paduan suara siswa TK dan koreografi Bangun Tidur, Naik Becak, Tamasya, Kebun Binatang, Memandang Alam, Indonesia Tumpah Darah, dan Matahari Tenggelam.

Dilanjut sesi kedua, pementasan utama drama musikal “Rumah Kita Indonesia”, dengan lagu-lagu ciptaan dan aransemen Singgih Sanjaya.

Tim Singgih Sanjaya yang berjumlah 20 orang berkostum serba hitam tersebut, semakin membuat suasana panggung begitu megah dan spektakuler.

Panggung dibuka oleh MC yang menceritakan ihwal terwujudnya drama musikal yang berlatar belakang sejarah ini. Juga menyebutkan, betapa kerennya Singgih Sanjaya yang mau berkolaborasi dengan anak-anak Krista Gracia.

Panggung dibuka dengan adegan perang bersetting tahun 1948. Dilanjut kegalauan Lydya yang ‘dibully’ teman-temannya di sekolah, yang mengatakan Lydya keturunan Cina.

Menariknya, adegan ‘membully’ ini tentu saja dengan nyanyian dan koreografi yang sangat menarik. Para penonton bertepuk tangan meriah.

Dilanjut adegan di rumah, ada Lydya (yang diperankan oleh Kyria), papa (diperankan oleh Erick), dan mama (diperankan oleh Hana).

Pemain lainnya ada Niko (diperankan oleh Nael), Ratri (diperankan oleh Keysia), Alin (diperankan oleh Auryn), Bejo (diperankan oleh Brian), Tony (diperankan oleh Arya), Niken (diperankan oleh Aya), dan masih banyak lagi.

Lydya bertanya pada papanya yang diperankan oleh Erick, apakah benar ia keturunan Cina.

“Aku emoh menjadi Cina,” kata Lydya.

Singkat cerita, Ayahnya memberikan 3 jilid buku berjudul “Tionghoa dalam Keindonesiaan Peran Kontribusi Pembangunan Bangsa Indonesia”. Buku tersebut berisi kisah perjuangan kaum minoritas Thionghoa dalam merebut kemerdekaan Indonesia.

Ayahnya juga menceritakan kalau engkongnya dulu pernah berjuang ikut membantu menyembunyikan Pahlawan Gatot Soebroto dari kejaran Belanda.

Dari buku tersebut, Lydya yang labil akhirnya berubah menjadi ceria, tak malu lagi dikatakan keturunan Cina. Ia justru bangga, Cina juga ikut berkontribusi dalam merebut kemerdekaan RI.

Kisah keluarga Lydya ini, sarat pesan pluralisme yang ingin disampaikan kepada para penonton. Baik yang menonton langsung maupun lewat streaming.

Kepala Sekolah SMP Krista Gracia, Kris Setyanto, drama musikal ini sebagai wujud praktik pembelajaran merdeka belajar yang sudah diterapkan di sekolah tersebut.

Penerapan Project Based Learning (PjBL) tersebut, mengajak kepada semua siswa untuk terlibat aktif dalam mensukseskan drama musikal tersebut.

Para siswa berperan sesuai minat dan bakatnya. Ada yang memilih bidang tata panggung, lighting, tata busana, promosi, mencari sponsor, tiketing, dan lain-lain.

Menurut Krista Setyanto, hampir 80 persen, project tersebut dikerjakan oleh siswa. Peran guru, pelatih tari, dan lainnya, sebagai pembimbing dan mengarahkan.

“Kami bangga dengan kerja keras anak-anak selama 4 bulan terakhir, yang terus berlatih untuk hasil terbaik,” ucap Kris yang tak bisa menyembunyikan rasa harunya.

Drama musikal ini tak bisa lepas dari sutradara Tutik Suharyani. Serta koreografer senior Erlina Panca Sulistyaningtyas dosen Tari ISI Yogyakarta.

Komposer Singgih Sanjaya, mengakui kecerdasan para siswa Krista Gracia ini. Selama latihan, mereka tidak pernah bertemu, hanya lewat online saja. Namun hebatnya, anak-anak dengan cepat bisa menerima.

“Ini luar biasa, anak-anak Krista Gracia ini cerdas-cerdas. Diberi arahan sedikit saja, sudah mampu menangkap apa yang saya inginkan. Ini kolaborasi kami yang kedua, setelah drama musikal Kera Sakti tahun 2019,” kata Singgih.

Komposer yang mengaransemen Padamu Negeri gubahan Kusbini ini, sangat mengagumi sosok Edy Sulistyanto, bos Amigo Grup yang selalu menyupport seni dan budaya.

“Kita semua yang berkecimpung dalam olah seni dan peran, pasti sangat mengharapkan sosok seperti Pak Edy Sulistyanto ini. Beliau sangat luar biasa kepeduliannya terhadap kelestarian seni dan budaya,” ujar Singgih.

Menanggapi pujian Singgih, bos Amigo yang selalu bersemangat ini, tetap merendah.
“Saya tidak berperan apa-apa. Justru Pak Singgih inilah yang luar biasa. Di tengah-tengah kesibukannya, beliau masih mau menerima ajakan kami sekolah Krista Gracia yang masih kecil, yang berada di kota kecil Klaten, untuk berkolaborasi dalam drama musikal ini,” ucap Edy tersenyum.

Bagian Litbang Krista Gracia ini berharap, dari pementasan drama musikal ini, pesan yang disampaikan bisa diterima masyarakat luas.

Edy berharap, tidak ada lagi penghapusan sejarah, pembelokan sejarah, atau yang lainnya. Dalam buku babon sejarah, dulu ada empat nama pejuang dari etnis Cina yang ikut menjadi panitia persiapan kemerdekaan.

Namun seiring berjalannya waktu, nama 4 pejuang Cina tersebut hilang dari buku sejarah di sekolah-sekolah.

Kini, sejarah itu ingin ia kembalikan lagi pada tempatnya, lewat seni dan peran anak-anak sekolah Krista Gracia.(Hasna)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini