Peserta pelatihan menyaksikan proses produksi tanaman obat menjadi simplisia (bahan obat yang sudah dikeringkan).(FOTO:TM/TR)

TEGAL(TERASMEDIA.ID)-Kebutuhan tanaman obat Unit Pelaksana Teknis Daerah(UPTD)- Wisata Kesehatan Jamu(WKJ) Kalibakung, 65 persen berupa simplisa atau tanaman obat yang sudah dikeringkan dipasok dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat (B2P2TOOT) Tawangmangu-Karanganyar, dan 35 persen sisanya menanam sendiri.

Hal tersebut dikatakan Bupati Tegal Dra.Umi Azizah saat menutup kegiatan Pemberdayaan Budidaya Tanaman Herbal di UPTD WKJ Kalibakung, Rabu (03/08/2022).

Untuk itu, Umi Azizah mengajak kepada para petani di Kalibakung khususnya, berminat membudidayakan tanaman jamu dengan memanfaatkan lahan pekarangan rumah atau kebun menjadi lahan pertanian holtikultura dan tanaman herbal. Budidaya tanaman jamu atau empon-empon ini, selain melindungi keanekaragaman hayati dan menjaga kearifan lokal, juga bisa mendatangkan keuntungan ekonomi dari penjualan bahan mentah tanaman herbal maupun yang sudah berupa simplisia.

“Untuk itu saya minta WKJ Kalibakung bisa menampung dan membeli hasil panen dari mitra binaannya ini, sehingga ketergantungan kita pada pasokan bahan jamu yang dibeli dari sejumlah pasar tradisional di Kota Solo seperti Pasar Gede ataupun petani di Karanganyar bisa dikurangi,” pintanya.

*BLUD*
Bupati Umi Azizah juga menegaskan, jika selama ini UPTD WKJ Kalibakung belum berkembang, karena regulasi yang ada belum mendukung, maka mulai tahun 2023 mendatang WKJ akan dirubah menjadi Badan Layanan Usaha Daerah (BLUD).
Dengan perubahan status menjadi BLUD ini, dan jejaring dengan mitra bisnis dikembangkan, optimis WKJ bisa maju dan memberikan manfaat bagi masyarakat, termasuk meningkatkan kesejahteraan petani yang menanam tanaman obat. Pasalnya, hasil dari tanaman itu dibeli oleh WKJ, tanpa harus memasok dari luar Kabupaten Tegal.

Umi Aziah berharap, agar LPPM Unsoed melalui Tim Pemberdayaan Unsoed bisa terus memonitor dan mendampingi prosesnya.
“Karena satu prinsip yang saya pegang dari pendekatan pemberdayaan masyarakat ini bahwa keberhasilan pemberdayaan pada komunitas ini tidak bisa diukur saat masih ada pendampingan, melainkan setelah tidak ada yang mendampingi,” ujarnya.

Artinya, lanjut Umi Azizah, pemberdayaan masyarakat yang baik akan menghasilkan dampak berupa kemandirian komunitas yang didampinginya. Dan ini memang memerlukan waktu yang tidak sebentar karena mencakup banyak aspek, terutama dalam merubah mindset, seperti dalam hal penumbuhan kesadaran, penerapan teknologi tepat guna, pengorganisasian lembaga, hingga terciptanya kemandirian ekonomi yang berkelanjutan.

“Saya juga berharap kerja sama dengan Unsoed ini tidak hanya sebatas pemberdayaan masyarakat, tapi juga bisa dilanjutkan ke jenjang berikutnya,” ucapnya.

Misalnya, pendampingan proses bisnis WKJ Kalibakung agar eksistensinya di bidang kesehatan masyarakat lebih dikenal luas dan menjadi referensi pengobatan penyakit melalui pemanfaatan ramuan herbal yang tersaintifikasi.

“Jangan sampai kalah tenar sama pengobatan alternatif seperti praktik perdukunan yang baru-baru ini viral setelah teknik pengobatannya yang diduga menggunakan teknik sulap dibongkar oleh pesulap merah,” terang Umi Azizah.

Sementara itu, Ketua Tim Pemberdayaan Unsoed, Dr. Adhi Iman Sulaiman, S.IP., M.Si melaporkan, selama pelatihan peserta mendapatkan materi secara teori maupun praktek. Untuk teori, para peserta diberi pengetahuan tentang jenis-jenis tanaman obat keluarga, minuman herbal, simplisia herbal (bahan herbal yang sudah dikeringkan), dan tips peliputan berita produk unggulan dan kawasan wisata sebagai promosi pemasaran.

Untuk materi praktek, diantaranya peserta diajari membuat produk minyak herbal, minuman serta serbuk herbal,sabun cuci tangan dan sabun lantai dari herbal, membuat produk simplisia serbuk herbal, praktek fotografi dan pembuatan video promosi untuk dipublikasikan melalui media massa dan media sosial seperti instagram dan facebook.

Para instruktur dalam kegiatan ini, mengundang pihak-pihak yang kompeten di bidangnya. Yakni dari Klinik WKJ Kalibakung, Ketua Perkumpulan Profesi Kesehatan Tradisional Ramuan Jamu Nasional (PP Kestrajamnas), Fakultas Farmasi Unsoed, Fakultas Pertanian Unsoed, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT) Tawangmangu dan jurnalis.

Adhi menjelaskan target kegiatan pemberdayaan tahun 2022 ini untuk meningkatkan motivasi dan insprirasi bagi peserta akan manfaat tanaman dan produk herbal, minimal untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan kelompok sebagai kemandirian kesehatan. Kedepanya diharapkan bisa menjadi mitra untuk memasok bahan herbal ke WKJ Kalibakung yang dapat memberikan nilai tambah bagi usaha ekonomi masyarakat.

“Kemudian target lainnya membentuk kelembagaan kelompok budidaya dan produk herbal di masyarakat yang perlu berkelanjutan,” ujar Adhi Iman Sulaiman yang juga dosen Fisip Unsoed ini.

Sediakan Lahan 4 Hektar

Kepala Desa Kalibakung Mujiyono, ST, MH menambahkan, pihaknya sangat mendukung program pemberdayaan budidaya dan produk tanaman herbal dalam kegiatan PKK , Posyandu dan WKT Kalibakung, dan akan melanjutkannya.

“Kami bertekad, pemberdayaan ini akan kami teruskan. Dan kami sudah menyediakan lahan 4 hektar yang akan ditanami petani untuk mendukung budidaya tanaman obat ini,” kata Mujiyono.

Mujiyono juga sudah mengalokasikan anggaran Rp 20 juta dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa atau APBDes untuk membantu ibu-ibu PKK membuat minuman dan makanan olahan dari herbal, seusai mengikuti kegiatan pemberdayaan ini.

“Kepada Tim Unsoed, kami mengucapkan terima kasih,” ujarnya.(TR)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini