KEBUMEN(TERASMEDIA.ID)-Agrowisata Embung Cangkring di Desa Cangkring, Kecamatan Sadang, adalah salah satu destinasi wisata potensial di Kabupaten Kebumen.
Untuk memaksimalkan potensi agrowisata itu, Tim Penelitian Fundamental Universitas Jenderal Soedirman (TPF) Unsoed selama dua hari, Sabtu-Minggu (22-23/07/2023) datang ke destinasi wisata yang berada di perbatasan Kebumen-Wonosobo ini, untuk melakukan kajian.
Ketua TPF Unsoed Dr. Adhi Iman Sulaiman, S.IP., M.Si kepada wartawan mengemukakan, tujuan kajian ini untuk merancang strategi revitalisasi pengembangan agrowisata berbasis kearifan lokal dengan pemberdayaan masyarakat.
Hal ini selaras dengan visi Unsoed sebagai pusat pengembangan sumber daya pedesaan dan kearifan lokal, dengan salah satu misinya menjalin kerjasama dengan mitra untuk meningkatkan kemandirian dan partisipasi masyarakat.
Dibantu 10 mahasiswa S1 dan S2 Unsoed, TPF Unsoed yang diketuai Dr Adhi Iman Sulaiman SIP, M.Si melakukan observasi, wawancara, menganalisis dokumen dan menyebarkan angket kepada 30 masyarakat sekitar yang menjadi pengelola, pedagang dan pengunjung.
Penyebaran angket ini untuk mengidentifikasi sejauhmana perkembangan agrowisata Embung Cangkring, dan keterlibatan masyarakat lokal dalam mengelola agrowisata ini , dengan pendekatan Community Based Tourism (CBT).
“Untuk itu, kami berusaha membantu mengembangkan agrowisata Embung Cangkring di desa wisata Cangkring ini menjadi destinasi wisata unggulan di Kebumen, agar memberikan manfaat kepada masyarakat sekitar dan Pemkab Kebumen,” ujar Adhi Iman Sulaiman yang juga dosen Magister Ilmu Komunikasi Fisip Unsoed ini.
Kepala Desa Cangkring Sukimin (48) yang didampingi Sekretaris Desa Cangkring Sumisno (48) saat menerima kedatangan TPF Unsoed di Embung Cangkring di Desa Cangkring, Kecamatan Sadang, Kabupaten Kebumen ini, berharap, kedatangan tim peneliti dari Unsoed bisa memberikan manfaat, agar Embung Cangkring di masa mendatang semakin berkembang.
“Kami siap bekerjasama dengan Unsoed,” ujar Sukiman.
Menurut Sukiman, Embung Cangkring dibangun pada tahun 2012. Awal mulanya berupa embung mini dengan luas 30 meter X 90 meter.
Dalam perkembangannya, Embung Cangkring yang memiliki keindahan menawan karena berada di barisan bukit antara Wonosobo – Kebumen, dan termasuk dalam gugusan Geopark Karangsambung dan Karangbolong ini, hanya didatangi wisatawan lokal, dari Kebumen dan Wonosobo.
Belakangan, wisatawan dari berbagai kota di Jateng dan Yogyakarta, seperti Semarang, Yogya, Purworejo, Banyumas dan sebagainya mulai melirik kunjungan ke sini.
Fasilitas yang ada di sini, diantaranya gazebo untuk beristirahat, menara pandang, arena yang cukup luas untuk berolah raga maupun menggelar permainan, spot foto, mushala, toilet dan bebek genjot.
Tiket masuk ke agrowisata ini Rp 5000/orang, sedangkan untuk naik bebek genjot dikenai tarif Rp 10 ribu.
Selain fasilitas itu, ada atraksi budaya, yakni seni hadroh dan kuda lumping yang digelar setiap ada even tertentu, mkisalnya menyemarkkan HUT RI.
Ada juga kuliner khas Embung Cangkring, berupa nasi oyek, oseng ikan wader (ikan kecil-kecil) dan lodheh ares (bagian dalam gedebog pisang-red) atau sayur Pucung.
Ada juga kebun durian seluas 10 hektar. Jika musim durian tiba, durian bawor dan durian montong dari Cangkring selalu menjadi buruan penggemar durian dari berbagai kota.(BR)